Terima Kasih
Hari
ini terima kasih adalah frasa yang paling tepat untuk mengekspresikan segala
kejadian. Agak ironis ketika dimulai oleh pagi yang seperti biasa beraroma
kantuk dan letih. Aku kembali melakukan rutinitas yang sama dengan pengharapan
yang sama sampai seorang teman menelepon. Ia setuju untuk ikut denganku,
melakukan kesibukan yang tidak penting.
Yang
menarik hatiku, adalah bagaimana kami berhenti dan singgah di sebuah Sekolah
Polisi. Kami mengobrol bersama dua orang perwira yang ramah dan terbuka
sikapnya. Polisi, berdasarkan pandanganku, adalah profesi yang mulia dan hina
sekaligus. Semua berubah begitu bertemu dengan dua orang polisi ini.
Pandanganku sebelumnya berdasar atas beberapa kejadian di mana orang-orang
menyogok demi masuk ke sana, barangkali karena gajinya besar. Tetapi aku salah.
Dua orang polisi tersebut, bercerita panjang lebar tentang bagaimana sulitnya
menjadi seorang polisi, khususnya tentang gaji. Bagaimana seorang Letnan
Kolonel yang mengabdi selama 30 tahun tapi masih saja mengendarai mobil tua.
Bagaimana gajinya habis hanya untuk berjalan dua kali bersama wanita. Aku memang
tidak bisa membenarkan pendapatnya karena tolak ukur banyak tidaknya
penghasilan bagi kami mungkin berbeda. Tetapi yang lebih lucu lagi, temanku
yang kebetulan seorang wanita, digoda oleh mereka berdua. Barangkali polisi
juga manusia.
Cerita
berlanjut ke kuliah tetapi tak begitu menarik untuk diceritakan. Yang menarik
adalah ketika kelas bubar, aku dan teman-teman hendak nongkrong di kantin
tetapi tak kebagian tempat. Kami pun pergi ke fakultas seberang, Fakultas
Ekonomi, yang katanya adalah fakultas terindah baik dari segi bangunan dan segi
penghuni di Universitasku. Kami duduk di sebuah tempat diskusi, berkeramik dan
mewah, bersama seorang dosen yang sedang bercerita pada mahasiswanya karena
tidak ada meja kosong di sana. Semula suasana menarik, sungguh menarik seperti
apa yang dikatakan orang-orang. Angin sepoi melepas segala kerinduannya pada
daun-daun yang sedang rehat. Kami bercerita perihal film, khususnya kartun yang
bisa menjadi bentuk pendidikan bagi anak-anak. Kami berlanjut ke bagaimana
Kementrian Pendidikan yang membuat bidang Program Kreativitas Mahasiswa terkait
channel Youtube demi meniru Rusia
seperti yang disinggung di tulisan sebelumnya. Kami bercerita tentang
Spongebob, Sopo Jarwo, sampai tiba tentang Upin dan Ipin yang pada dasarnya
adalah karya anak bangsa. Tetapi hal yang lebih menarik terjadi selanjutnya.
Kami
sibuk bercerita, sampai kami lupa di sebelah ada seorang dosen yang juga
bercerita pada mahasiswa bimbingannya. Tiba di satu titik, seorang temanku
membisikkan kalau hal yang sedang diceritakan oleh dosen tersebut sungguh
menarik. Melihat kami ikut mendengar sang dosen, ia mulai menaruh perhatian
pada kami. Temanku itu juga bertanya padanya, sehingga ia mulai bercerita
panjang lebar tidak hanya pada mahasiswanya, tetapi pada kami yang tidak
mengenalnya. Semula ia bercerita tentang bank. Bank adalah pembodohan, katanya.
Kalau kau memberi uangmu pada bank, pada saat itu juga uangmu akan lenyap dan
menjelma beberapa angka. Ia juga mengatakan sebuah kutipan yang aku lupa siapa
sumbernya; Give me a gun and I can rob a
bank. But give me a bank, and I’ll can rob the world. Ia bercerita tentang
bagaimana bank mempermainkan masyarakat dengan bunga per tahun yang mana adalah
sebuah pembodohan karena inflasi dan pajak yang tinggi akan meraup semua itu
begitu saja. “Misalnya kau punya uang sebanyak 1 milyar di Bank, lalu kau hendak
mengambil semuanya pada saat itu juga, pasti mereka akan menyuruhmu menunggu. Sebenarnya
mereka tak punya uangnya, karena uang yang kalian simpan telah mereka
investasikan di tempat lain. Begitulah sebenarnya mengapa bankir-bankir itu
selalu berusaha baik pada orang-orang yang memiliki tabungan besar.”
Berlanjut
lagi, beliau bercerita tentang adanya orang-orang kapitalis yang memegang 50%
uang dunia. Negara-negara adikuasa hanyalah simbol karena pada dasarnya mereka
yang mengatur dunia ini. Ia bercerita tentang bagaimana politik dan hiburan di
dunia ada dalam tangan mereka. Ketika ada yang mencoba menentang mereka, mereka
akan musnahkan tanpa jejak. Tetapi yang paling menarik dari semuanya, adalah
bagaimana pada dasarnya pihak yang tertindas itu harus eksis. Jika tak ada yang
tertindas, lantas siapa yang hendak menjadi produsen para kapitalis ini? Tak
mungkin tercipta sebuah dunia tanpa kelas seperti yang dimimpikan Marx.
Kalaupun terjadi pemberontakan, kapitalis ini dapat dengan mudah membuat
pemberontakan itu musnah seketika. Jadi yang kaya makin kaya, yang miskin makin
miskin, begitulah adanya.
Aku
sangat berterima kasih pada beliau, tentang bagaimana sebuah tatanan yang pada
dasarnya ada di depan mata tetapi tak pernah terlihat olehku. Ia juga
memberikan motivasi bagi kami, yang bukan mahasiswa ekonomi, untuk berusaha
agar tidak lulus sebagai buruh. Seiring berhembusnya angin, lekuk asap rokok yang menari-nari, isi
kepalaku terbang ke sebuah lapisan langit yang baru. Lapisan langit yang ada di
depanku, tetapi takut dimasuki karena kata orang-orang tak ada udara di sana.
Cerita
berlanjut ketika kami bersosialisasi ke jajaran Unit Kegiatan Mahasiswa UNIMED
setelah berpisah dengan beliau. Aku bertemu dengan Bang Obob, pria yang
kukagumi, pemikir pendidikan yang aku hormati karena pelayanannya. Kami
menyatakan maksud kedatangan kami, dan mereka menyambut kami dengan hormat.
Setelah beberapa menit bercerita, Bang Obob nimbrung bersama kami. Ia
memaparkan bagaimana sebenarnya organisasi seharusnya menjadi nilai tambah bagi
seorang mahasiswa. Jika tidak, lantas tak perlu sibuk-sibuk. Ia juga
mendeskripsikan program-program yang menarik dan tak mahal harganya tetapi
cukup untuk membantu masyarakat. Kalau kuungkapkan secara metaforis, semua
contoh yang beliau ungkapkan, adalah rumput-rumput liar yang tumbuh tanpa air
dan pupuk sebanyak tanaman lain, tetapi jika ditata rapi maka menjadi sebuah
taman nan asri.
Cuma terima kasih yang dapat kuucapkan; pada alam, Tuhan, teman-temanku
dan segala sesuatu yang menjadikan satu hari segelas kopi penuh.
Komentar
Posting Komentar