Kenyataan

Ada sebuah kejadian yang tidak biasa hari ini. Aku sedang berada di Gereja, baru saja tiba. Ibadah sedang berlangsung waktu aku tiba bersama ibu. Ia langsung turun dan pergi setelah berpamitan sebab hari ini ia bertugas mengajar Asmika.

Kejadiaannya tepat di aula. Aku baru saja selesai menata rambut di depan spion saat banyak orang yang berkerumun di aula gereja. Tanpa basa-basi, aku mendatangi hiruk-pikuk tersebut. Anak-anak, orang-orang tua, bahkan remaja yang sedang berada di situ menatap ke arah seorang wanita yang tergeletak di lantai. Tangan dan kakinya seperti tidak memiliki tenaga untuk bisa bangkit. Liur juga keluar dari mulut dan hidungnya. Matanya tak dapat kulihat sebab rambutnya berserakan menutupi separuh kepalanya. Banyak bisikan kudengar dari belakang telingaku, misalnya bahwa wanita itu memiliki semacam penyakit karena ia tiba-tiba tersungkur dan kejang begitu saja tanpa adanya sesuatu. Aku percaya akan hal ini. Jika tidak ada sesuatu dari luar yang membuat seseorang seperti itu, lantas ada sesuatu dari dalam yang memicunya. Yang aku tidak percayai, adalah kenyataan bahwa semua orang yang sedang berada di aula sebuah Gereja, hanya menatap iba ke arah wanita itu. Termasuk aku.

Bukannya aku tak mau menolongnya. Bahkan aku sempat berkata pada seorang pengurus Gereja yang sedang berdiri di dekat wanita itu; Kenapa hanya dilihat saja, pak, diangkat atau didudukkan dulu kan tidak masalah. Pria itu hanya membalasku dengan tatapan bingung. Barangkali ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya atau ia memang tidak bisa melakukan sesuatu. Dalam prinsipku, aku akan melakukan apapun yang diriku mau lakukan. Aku mau menolong wanita itu. Tapi diriku menolongnya tidak dengan mengangkatnya atau memberinya sebuah minuman. Aku mencoba menyadarkan seseorang yang memang seharusnya melakukan hal tersebut. Memang terdengar kosong ... aku sesungguhnya tidak menolongnya sama sekali jika hanya itu yang kuperbuat. Tapi begitulah kenyataannya. Aku merasa bersalah pada diriku sendiri setelah semua ini. Sekarang tentang semua orang yang ada di sana. Pengurus Gereja tak selamanya berkeliaran memantau apa yang terjadi di Gereja jika-jika nanti ada sebuah kejadian yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, seluruh umat sebenarnya bisa berpartisipasi di saat seperti ini. Ada banyak orang di sana, bapak-bapak, ibu-ibu, atau bahkan anak muda yang bertubuh kekar ada di sana. Dan itu adalah Gereja, sebuah rumah ibadah di mana kita diajarkan untuk berbuat baik dan membagikan kasih pada dunia. Kenyataannya tidak ada yang tergerak hatinya untuk menolong sang wanita. Kenyataan bahwa orang-orang hanya pergi ke Gereja sebagai aksi simbolik religiusme itu benar-benar menyakiti perasaanku. Pada akhirnya, ibuku yang baru saja tiba. Dibantu dengan pengurus-pengurus lainnya menggotong sang wanita ke ruangan istirahat. Aku tak berbuat apa-apa, begitu juga semua umat yang sedang di sana.

Kenyataan baru saja tampil di depanku.

Komentar

Postingan Populer